Tugas Makalah Pengembangan Sumber Daya Air (PSDA)

KATA PENGANTAR

Sehubungan dengan dilaksanakan masa perkuliahan mata kuliah Pengembangan Sumber Daya Air (PSDA), dengan ini mahasiswa melaksanakan tugas perkuliahan berkaitan dengan mata kuliah Pengembangan Sumber daya air (PSDA) tentang permasalahan sumber daya air yang berhubungan dengan kondisi musim saat ini.
Dalam hal ini penulis menyampaikan salah satu permasalah sumber daya air yang terjadi saat ini dengan judul “Pengolahan Lahan di Wilayah Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Citarum”. Makalah ini menjelaskan tentang dampak pengolahan lahan dari masyarakat di wilayah hulu Sungai Citarum yang berpengaruh pada wilayah hilir daerah aliran sungai. Selain itu penulis mencoba memberikan solusi terhadap masalah yang terjadi dengan acuan pada UU No. 7 tentang Sumber Daya Air.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Besar harapan penulis, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan dapat bermanfaat bagi kepentingan pendidikan.
Bandung, Oktober 2014
Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Laju sedimentasi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Hulu dalam dasawarsa terakhir dilaporkan meningkat hampir dua kali lipat (Pikiran Rakyat, 2006). Fakta ini ditunjukkan oleh laju ekspor sedimen tahunan sebesar 1.18 juta ton pada tahun 1993 yang meningkat menjadi 2.15 juta ton pada tahun 2003. Hal tersebut diduga disebabkan oleh kerusakan ekosistem di sepanjang DAS terutama berkurangnya luas hutan di bagian hulu. Makalah ini mendiskusikan hubungan antara perubahan tutupan lahan dengan perubahan perilaku erosi. Daerah yang dikaji adalah DAS Citarum Hulu. Selain itu, DAS Citarum menyediakan sumber air bagi irigasi, kebutuhan domistik dan Energi, Keberadaan Waduk Saguling dengan kapasitas terpasang 700 MWH merupakan lumbung energi yang murah dan bersih namun kondisi sedimentasi dan erosi di hulu sangat memprihatinkan bahkan saat ini kondisi laju sedimentasi mencapai lebih dari 4 juta ton/th, selain banjir langganan yang sering terjadi. Adapun hal yang terjadi menyangkut erosi di lahan secara umum di indonesia sebagai berikut:
  • Degradasi hutan dan lahan di Indonesia telah mencapai angka seluas 100,7 juta hektar, 59,2 juta hektar terjadi di dalam kawasan hutan. Secara kumulatif, laju kerusakan hutan dan lahan diperkirakan telah mencapai angka 2,83 juta hektar per tahun (Dephut 2005).
  • Dampak langsung dari peningkatan laju kerusakan hutan dan lahan tersebut adalah terjadinya bencana alam berupa banjir bandang dan tanah longsor, serta kekeringan.
  • Dampak tak langsung laju degradasi hutan dan lahan juga telah menyebabkan berbagai kerugian ekonomi dan sosial yang akut, diantaranya adalah terjadinya kerusakan infrastruktur jalan, jembatan dan berbagai fasilitas umum dan sosial.

Gambaran Umum

DAS Citarum Hulu mencakup mata air sungai Citarum hingga Saguling (Gambar 1) dengan luas sekitar 1771 km2 sebagai bagian dari DAS Citarum yang merupakan salah satu DAS terbesar di Jawa Barat. Untuk keperluan pengelolaan, DAS Citarum Hulu dibagi ke dalam lima sub-DAS yaitu: Cikapundung, Citarik, Cisarea, Cisangkuy dan Ciwidey (Perum Otorita Jatiluhur, 1990). Curah hujan bulanan rata-rata yang diukur pada tahun 2001 berkisar dari 45 sampai 352 mm dengan nilai total curah hujan tahunan sebesar 2200mm. Kondisi topografi didominasi oleh pegunungan sepanjang batas DAS dan dataran yang luas di tengah DAS. Tata guna lahan didominasi oleh pertanian dan hutan. Selama rentang waktu tujuh tahun (1994-2001) luas hutan berkurang hampir 60%, sebaliknya luas lahan pertanian bertambah hingga 40%.

Diskusi hubungan antara perubahan tutupan lahan dengan perubahan perilaku erosi di DAS Citarum Hulu didasarkan pada beberapa investigasi pendahuluan yang telah dilakukan oleh Basyar (2006) dan Poerbandono et al. (2006). Investigasi pendahuluan tersebut mencakup penyiapan data, aplikasi model spasial untuk simulasi perilaku erosi pada DAS Citarum Hulu serta validasi hasil pemodelan spasial melalui pemeriksaan dengan data yang diukur langsung di lapangan. Pada makalah ini akan dikaji bagian DAS Citarum Hulu yang mengalami perubahan perilaku erosi dengan dampak spasial yang dianggap berarti. Bagian DAS tersebut akan dihubungkan dengan informasi perubahan tata guna lahan.

Gambar 1 Wilayah Sungai Citarum
Gambar 1 Wilayah Sungai Citarum
(sumber:profil Balai Besar Wilayah Sungai Citarum)

 

BAB II

IDENTIFIKASI MASALAH

Identifikasi Permasalahan

Identifikasi permasalahan lingkungan di Daerah Aliran Sungai Citarum Hulu dimulai dari perubahan tata guna lahan, gangguan fungsi hidrologis DAS, perubahan rezim aliran, perubahan kualitas air permukaan, permasalahan air tanah, baik kualitas maupun kuantitas, dan permasalahan lainnya. Erosi merupakan salah satu masalah yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi suatu wilayah, terutama berkaitan dengan pengembangan pertanian. Erosi dibagian hulu yang secara topografis memiliki lereng dan kemiringan sungai relatif terjal, akan mengikis tebing sungai sehingga bisa menimbulkan longsor dan merusak lahan masyarakat sekitarnya. Erosi lahan juga akan merusak tingkat kesuburan, karena bagian lahan yang tererosi biasanya adalah top soil yang merupakan lahan subur. Material longsoran bisa terbawa arus sungai dan pada begian hilir yang landai akan terjadi pengendapan sehingga mengurangi kapasitas sungai dan menimbulkan banjir pada saat musim hujan. Apabila dihilir ada Bendung dan jaringan irigasi, sedimentasi akan terjadi juga di jaringan irigasi dan dapat mengancam stabilitas pemanfaatan irigasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat erosi lahan oleh air diantaranya adalah faktor iklim, jenis tanah (soil), vegetasi, dan topografi. Faktor iklim dan topografi diluar kemampuan manusia untuk mengontrolnya, kecuali kemiringan lereng masih memungkinkan untuk dikontrol secara terbatas. Faktor iklim yang berpengaruh terhadap erosi adalah curah hujan, temperatur, angin, kelembaban udara dan radiasi matahari. Hubungan antara karakteristik curah hujan, air limpasan, dan tanah masih sangat kompleks untuk dianalisis. Pengaruh yang besar dari vegetasi untuk mengurangi tingkat erosi lahan, terutama berkaitan dengan: (i) adanya intersepsi pada daun sehingga menahan energi air hujan dan mengurangi runoff, (ii) dapat mengurangi kecepatan aliran runoff, (iii) menahan pergerakan butiran tanah, (iv) memperbaiki porositas tanah dengan akar dan humus, (v) meningkatkan aktivitas biologi pada tanah, (vi) meningkatkan kapasitas tampungan air pada lahan.

Dari beberapa sumber menyebutkan bahwa kondisi DAS Sungai Citarum hulu tingkat erosi yang terjadi khususnya di daerah hulu sungai kondisi saat ini masuk dalam kategori sangat kritis, berikut gambaran mengenai tingkatan erosi yang ada di wilayah DAS Sungai Citarum Hulu.

Gambar 2 Indek erosi yang terjadi di Daerah Aliran Sungai Citarum Hulu
Gambar 2 Indek erosi yang terjadi di Daerah Aliran Sungai Citarum Hulu
(Sumber: Rencana Pengelolaan DAS Citarum Terpadu (Tahap 1)

Permasalahan

Fenomena yang terjadi di DAS Citarum Hulu pada saat ini adalah ketika musim kemarau terjadi kekeringan, dan sebaliknya pada musim hujan terjadi banjir disertai dengan buruknya kualitas air. Terganggunya fungsi hidrologis di DAS Citarum ini karena banyaknya konversi lahan yang kurang sesuai, berikut beberapa permasalahan yang terjadi di wilayah daerah aliran sungai citarum hulu :

  • Kemiringan dan kekritisan lahan maka peruntukan lahan umumnya lebih cocok untuk konservasi dari pada lahan pertanian
  • Penyempitan lahan konservasi ini dikarenakan sedikitnya lahan untuk budidaya pertanianmengingat persentase angka kepemilikan lahan oleh masyarakat kecil sekali.
  • Perkembangan penduduk sudah tidak seimbang dengan daya dukung lahan yang tersedia hal ini dikarenakan angka kelahiran sudah tidak terkontrol.
  • Teknik pengolahan tanah yang salah. Masyarakatmenerapkan pola budidaya yang tidak sesuai kaidah konservasi
  • Tingginya limbah pertanian dan peternakan karena tidak adanya pengolahan limbah yang memadai yang menyebabkan kesehatan lingkungan dan masyarakat terancam.

BAB III PENUTUP

Solusi

A. Pemberdayaanmasyarakat

  • Penyuluhan, pelatihan, pendampingan masyarakat. Dengan menggulirkan program alih komoditas (pengembangan tanaman keras dan multicrop dengan rumput ternak) pengembangan rumput bergizi tinggi, pengadaan ternak sapi perah).
  • Pembuatan model-model pertanian berbasis agrobisnis dan berwawasan konservasi dan pelatihan bidang-bidang usaha pertanian.
  • Menyadarkanmasyarakat melalui pndekatan agama, kampanye lingkungan dan penegakan disiplin, kegiatan reaktualisasi ajaran agama dalam pemghelolaan lingkungan.

B. Sumber Daya Air

  • Pengembangan tanaman keras di kawasan konservasi dengan tanaman yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat berupa buahnya, daunnya, bunganya dan sebagainya tanpa merusak atau menebangnya.
  • Pengolahan limbah ternak dan penggunaan pupuk organik dan PHT alami dan penggunaan pupuk organik.

C. Social budaya

  • Penyelenggraan dan pengadaan sarana dan prasrana pendidikan non formal.
  • Peningkatan muatan local pendidikan budidaya ternak ruminansia dan muatan local pendidikan pertanian berbasis konservasi.
  • Meningkatkan pemahaman serta tokoh dan lembaga keagamaan dalam pengembangan kearifan local melalui pemberdayaan lembaga keagamaan.

D. Ekonomi

  • Model-model pertanian berbasis agrobisnis diataranya Pengembangan tanaman keras di kawasan konservasi dengan tanaman yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat berupa buahnya, daunnya, bunganya dan sebagainya tanpa merusak atau menebangnya, serta pelatihan bidang-bidang usaha tani
  • pertanian terpadu, bantuan pemasaran, penerapan teknologi tepat guna (TTG) dan pelatihan usaha dan keterampilan.

E. Kategori Rehabilitasi Hutan dan Lahan

Berikut adalah solusi alternatif rehabilitasi lahan daerah hulu sungai dengan metode sipil teknis dan vegetatif:



Kesimpulan

  • Program pemerintah maupun pemerintah daerah seperti GERHAN dan GRLK masih diperlukan, karena dengan program tersebut lahan kritis dapat dihutankan kembali.
  • Lemahnya penegakan hukum, sehingga perambahan hutan terus terjadi.
  • Terjadinya perambahan hutan konservasi oleh masyarakat,yang diubah menjadi lahan pertanian / perkebunan
  • Rendahnya pengetahuan atau ketidak pedulian masyarakat terhadap pentingnya peranan sungai bagi kehidupan.
  • Rendahnya pendidikan dan ketrampilan masyarakat, sehingga diversifikasi pertanian tidak ada.

Saran

  • Perlu ditingkatkan upaya untuk penguatan koordinasi, penyamaan persepsi tentang pioritas progam pemerintah dan pemerintah daerah seperti GERHAN, GRLK dan program lainnya yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat
  • Model-model pertanian berbasis agrobisnis diataranya pengembangan tanaman keras di kawasan konservasi dengan tanaman yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat berupa buahnya, daunnya, bunganya dan sebagainya tanpa merusak atau menebangnya, seperti penanaman pohon aren yang cocok diintegrasikan dengan ternak sapi perah.
  • Mengadakan penyuluhan dan pelatihan pendampingan masyarakat dengan penerapan insentif dan disinsentif. Dilakukan pemberian penghargaan bagi masyarakat yang berprestasi dalam penjagaan lingkungan sehingga mampu mendorong program konservasi secara swadaya.

Daftar Pustaka (Sumber Referensi)

Balai Besar Wilayah Sungai Citarum, 2013,“Profil Balai Besar Wilayah Sungai Citarum”.

Sukiman Wahyu, Kosasih Komar, Pranusetya Achmad, “Rehabilitasi Dan Konservasi Daerah Hulu Sungai Citarum”.

Infrastruktur dan Lingkungan Binaan, 2006, “Evaluasi Perubahan Perilaku Erosi Daerah Aliran Sungai Citarum Hulu dengan Pemodelan Spasial”.

Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum-Ciliwung Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Departemen Kehutanan, “Rencana Pengelolaan DAS Citarum Terpadu (Tahap 1)”.

Setiawan Wangsaatmaja, Arwin Sabar, & Maria Angela Novi Prasetiati, 2006, “Permasalahan dan Strategi Pembangunan Lingkungan Berkelanjutan Studi Kasus: Cekungan Bandung”.

Contoh Makalah Pengembangan Sumber Daya Air (PSDA)